Stop Buruh Anak

Stop Buruh Anak

Senin, Juni 20, 2011

THE RIGHT OF THE CHILD TO ASSOCIATION

One of clusters of the rights of the child in the Convention on the Rights of the Child is civil rights and the rights to freedom. As an individual who is in growth and development process, a child has the right to freedom which can be neither eliminated nor deprived by others. Rights to freedom include the rights of the child to:
1. Role play
2. expression
3. participation
4. maintain contact with his or her parents in case of separation
5. practice his or her religion
6. assembly
7. association, and
8. live with his or her parents

To promote the rights of the child to participation, association and assembly, PKPA-Nias has facilitated the establishment of child organizations at community level in the island such as Bale Ono Niha, FS Serangkai, Nusa Lima and Pasar Beringin Child Association.

1. Bale Ono Niha
Bale Ono Niha (BON) is media to promote the rights of the child to freedom of expression without any discrimination although children have different backgrounds. Bale Ono Niha means Nias Child Forum. It is an independent child forum which has some programs, especially those related to the best interest of the child. It will celebrate its 3rd Anniversary on 7 May 2011. The event will be held in its base camp located on Jalan Makam Pahlawan, Mudik Village. Bale Ono Niha (BON) was established by PKPA-Nias on 5 May 2008.

2. Friendship Serangkai (FS Serangkai):
Friendship Serangkai was established on 20 February 2010. Its members are children between the ages of 10-17 years. The establishment of FS Serangkai was initiated and supported by Bale Ono Niha. FS Serangkai is located in Botombawo Village, the Sub District of Hiliserangkai. It is about 22 kilometers or 30-40 minutes drive from Gunung Sitoli. Most of its activities are implemented in Botombawo Village hall and this is supported by the village head. FS Serangkai has participated in various events, especially in the celebration of the National Children’s Day 2010 and Indonesia Independence Day. During these events, they performed Moyo dance and Band Sampah. Its regular program includes discussion about child issues and gender and socialization of the rights of the child in some areas.

3. Sanggar Belajar Anak Nusa Lima
Sanggar Belajar Nusa Lima (Nusa Lima Child Learning Center) was established on 2 March 2011. It is located in Fowa Village, the Sub District of Gunung Sitoli Idanoi. The name of Nusa Lima was chosen by children because the event was held in a tourist destination named Pantai Indah Nusa Lima Indah. Most of their parents work as fishermen, farmers, businessmen and civil servants. After school, they usually help their parents prepare their fishing tools and sell their parents’ catches door to door. With the establishment of Sanggar Belajar Anak Nusa Lima, children can be involved in various activities to enable them to develop their talent and potential and help their physical, mental and social development.

Written by PKPA-Nias Team
To be continued……………………….

Selasa, Juni 14, 2011

HAK ANAK BERORGANISASI

Salah satu klaster hak anak dalam Konvensi Internasional Hak Anak adalah Hak Sipil dan Kebebasan. Anak sebagai individu yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan berhak untuk mendapatkan kebebasan dalam dunianya yang tidak dapat dihilangkan atau dirampas oleh orang lain. Kebebasan tersebut menyangkut hak anak untuk:
1. bermain
2. berkreasi
3. berpartisipasi
4. berhubungan dengan orang tua bila terpisahkan
5. bebas beribadat menurut agamanya
6. bebas berkumpul
7. bebas berserikat, dan
8. hidup dengan orang tua
Untuk mewujudkan salah satu hak anak untuk berpartisipasi, berkumpul dan berserikat, maka PKPA Nias memfasilitasi adanya organisasi-organisasi anak yang tumbuh dikomunitas. Beberapa organisasi anak yang kini tumbuh di Pulau Nias antara lain Bale Ono Niha, FS Serangkai, Nusa Lima dan perkumpulan anak Pasar Beringin.
Bale Ono Niha
Bale Ono Niha (BON) menjadi sebuah wadah dimana setiap anak bebas berekspresi, bebas memberikan pendapat dan tidak ada pembedaan (diskriminasi) di dalamnya walau anak berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Bale Ono Niha sendiri bisa diartikan sebagai balai Pertemuan Anak Nias, yaitu sebuah forum anak yang independen dan mempunyai beberapa program kegiatan, khususnya kegiatan yang menyangkut kepentingan terbaik anak. Tanggal 7 Mei 2011 Bale ono Niha merayakan hari ulang tahunnya yang ke-3. Ulang tahun ini dirayakan di base camp nya Bale Ono Niha, jalan Makam Pahlawan, Desa Mudik. Bale ono niha yang sering disingkat BON ini adalah sebuah komunitas anak dampingan PKPA Nias yang berdiri pada 05 Mei 2008 tahun lalu.

Friendship Serangkai (FS Serangkai):
Kumpulan anak-anak yang rata-rata berusia antara 10-17 tahun, telah terbentuk sejak 20 Februari 2010. Terbentuknya FS Serangkai atas inisiatif dan dukungan dari Forum Anak Bale Ono Niha-Gunungsitoli. FS Serangkai berada di Desa Botombawo, Kec. Hiliserangkai ± 22 Km dari kota Gunungsitoli. Desa Botombawo dapat dicapai dengan kendaraan roda dua dan empat sekitar 30-40 menit. Kegiatan FS dilaksanakan di Balai Desa Botombawo dengan dukungan dari Kepala Desa Botombawo. Dalam perjalanannya, FS telah mengikuti berbagai event, khususnya pada saat Hari Anak Nasional (HAN) 2010 dan kegiatan pada 17-an yang lalu. Kegiatan yang mereka lakukan adalah Tari Moyo dan band sampah. Kegiatan regular mereka adalah diskusi beberapa topic seputar anak dan jender, selanjutnya sosialisasi hak anak ke beberapa tempat.

SANGGAR BELAJAR ANAK-NUSA LIMA
Sanggar Belajar Anak Nusa Lima terbentuk pada tanggal 02 Maret 2011 dan berdomisili di Desa Fowa, Kec. Gunungsitoli Idanoi. Nusa Lima adalah sebuah nama yang dipilih anak-anak pada saat itu karena kegiatan mereka diadakan di jalan pantai menuju sebuah tempat pariwisata yang bernama Pantai Indah Nusa Lima indah. Kegiatan sanggar ini kebanyakan diikuti oleh anak-anak yang berasal dari sekitar pesisir pantai Nusa Lima Indah. Anak-anak yang bergabung di sanggar belajar ini kebanyakan berasal dari keluarga nelayan, lainnya adalah petani, wiraswasta dan PNS. Tugas mereka setelah pulang dari sekolah adalah membantu ayahnya mempersiapkan alat untuk memancing dan melaut, setelah itu membantu menjualkan ikan yang didapat dari rumah ke rumah. Dengan terbentuknya Sanggar Belajar Anak-Nusa Lima maka kegiatan anak-anak semakin banyak untuk mengekspresikan bakat dan potensinya, proses tumbuh kembang anak baik fisik, mental dan sosial akan menjadi lebih baik.

Ditulis oleh tim pendamping anak-PKPA Nias
Bersambung……………………….

Jumat, Juni 10, 2011

SK BUPATI NISEL PEMBENTUKAN KAK-PBPTA


BUPATI NIAS SELATAN
KEPUTUSAN BUPATI NIAS SELATAN
NOMOR : 046/15 /K/2009

TENTANG
PEMBENTUKAN KOMITE AKSI KABUPATEN NIAS SELATAN TENTANG PENGHAPUSAN
BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK
DI KABUPATEN NIAS SELATAN

Menimbang:
a. bahwa anak sebagai penerus bangsa merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga wajib dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat dan hak-haknya secara wajar dan proporsional, baik secara hukum, ekonomi, sosial dan budaya tanpa diskriminatif;
b. bahwa praktek mempekerjakan anak pada jenis pekerjaan terburuk harus segera dihapuskan karena merendahkan harkat dan martabat anak sebagai manusia serta merampas hak-hak anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar;
c. bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah membentuk Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2002;
d. bahwa untuk mewujudkan rencana aksi nasional dan rencana aksi Propinsi Sumatera Utara tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk anak di Kabupaten Nias, maka perlu dibentuk Komite Aksi Kabupaten dengan Keputusan Bupati Nias ;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c dan d tersebut di atas, perlu menetapkan Keputusan Bupati Nias tentang Pembentukan Komite Aksi Kabupaten tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak ;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
3. Undang-undang Nomor 20 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia Minimum Anak di Perbolehkan Bekerja ;
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak ;
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ;
6. Undang-undang Nomor 9 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Hubang Hasundutandi Provinsi Sumatera Utara;
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ;
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
11. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 2005 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota.
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Keuangan Daerah;
14. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak) ;
15. Keputuasan Presiden Nomor 12 tahun 2002 tentang Pembentukan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak;
16. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;
17. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak ;
18. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak :
19. Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak ;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 23 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Nias Selatan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PEMBENTUKAN KOMITE AKSI KABUPATEN NIAS SELATAN TENTANG PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK DI KABUPATEN NIAS SELATAN

PERTAMA : Membentuk Komite Aksi Kabupaten Nias Selatan tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dengan susunan personil komite sebagaimana tercantum pada Lampiran I Keputusan ini.

KEDUA : Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak berkedudukan di Ibukota Kabupaten Nias.

KETIGA : Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak bertugas untuk :

a. Melakukan pemetaan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Kabupaten Nias.
b. Menyusun Rencana Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
c. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
d. Melakukan koordinasi dan penguatan kapasitas terhadap organisasi-organisasi non pemerintah dalam upaya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
e. Menyampaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan Rencana Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak kepada Instansi atau pihak yang berwenang guna menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Melakukan Advokasi kebijakan tentang Perlindungan Anak di Kabupaten Nias.

KEEMPAT : Tugas-tugas Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk- bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dilaksanakan melalui Kelompok Kerja.
KELIMA : Kelompok Kerja (POKJA) bertugas untuk :
1. Melaksanakan Rencana Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Kelompok Kerja akan diatur tersendiri memalui Keputusan Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
KEENAM : Tata Kerja Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak disusun dan ditetapkan oleh Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak.
KETUJUH : Rencana Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ditetapkan oleh Bupati Nias.
KEDELAPAN : Komite Aksi Kabupaten Nias tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak bertanggungjawab kepada Bupati Nias.
KESEMBILAN : Pembiayaan yang diperlukan untuk kelancaran tugas Komite Aksi Kabupaten bersumber dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dan bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat.
KESEBELAS : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila terdapat kekeliruan di dalamnya akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.


Ditetapkan di Teluk Dalam
pada tanggal 10 February 2009

BUPATI NIAS SELATAN,


FAHUWUSA LAIA

Tembusan :
1. Yth. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, di Jakarta.
2. Yth. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I di Jakarta.
3. Yth. Menteri Sosial Republik Indonesia, di Jakarta.
4. Yth. Gubernur Sumatera Utara, di Medan.
5. Sdr. Ketua Komite Aksi Propinsi PBPTA Sumatera Utara, di Medan.
6. Sdr. Ketua DPRD Kabupaten Nias Selatan
7. Sdr. Unsur Muspida Kabupaten Nias Selatan.
8. Sdr. Kepala-kepala Dinas/Badan/Kantor lingkup Pemerintah Kabupaten Nias Selatan.
9. Sdr. Camat se-Kabupaten Nias Selatan.
10. Sdr. Personil Komite Aksi Kabupaten di Teluk Dalam.

CATATAN AKHIR TAHUN PKPA NIAS 2010

A. PENDAHULUAN


Masih segar diingatan kita menjelang akhir tahun 2009 lalu atau mengawali tahun 2010, sebuah tragedi memilukan hilangnya nyawa anak-anak tak berdosa ditangan ibu kandungnya sendiri. Tepatnya tanggal 27 Desember 2009 tiga anak tewas dan dua lainnya dalam kondisi kritis di Rumah Sakit akibat penganiayaan yang dilakukan oleh Ibu Kandungnya. Meski kasus tersebut mendapat perhatian yang luar biasa dari banyak pihak baik media, politis daerah dan nasional namun kasus tersebut bukanlah yang terakhir. Kekerasan demi kekerasan terus saja mengancam anak-anak di Pulau Nias. Sepanjang tahun 2010 tercatat 59 kasus kekerasan terhadap anak, jumlah tersebut meningkat dari tahun 2009 yang berjumlah 42 kasus.
Kekerasan terbesar dialami oleh anak-anak perempuan, dalam bentuk kekerasan seksual (pelecehan/perkosaan/pencabulan) dan penganiayaan fisik yang berakibat kecatatan bahkan meninggal dunia. Yang lebih memprihatinkan lagi kekerasan tersebut banyak terjadi dilingkungan domestic seperti sekolah, rumah tangga dan institusi penampungan anak (panti asuhan) yang seyogianya menjadi ranah paling aman bagi anak.
Dipenghujung tahun 2010, kejadian memilukan kembali terjadi dua anak sekolah dasar di Kecamatan Lahewa Timur. Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada tanggal 8 Desember 2010 ketika NZ (10) tahun dan WPZ (10) tahun sedang membeli jajanan pada saat jam istirahat sekolah. Ketika keduanya lewat didepan rumah pelaku bernama AZ (± 40 tahun), tiba-tiba menghadang kedua anak tersebut dengan sebuah kayu balok ditangannya. Dan tanpa basa-basi AZ memukul kepala NZ dengan kayu dibagian belakang kepala, akibat kerasnya pukulan tersebut NZ jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri dengan kepala bersimbah darah. Pukulan kedua diarahkan dibagian wajah WPZ yang mengenai bagian rahang, menyebabkan beberapa gigi korban lepas dan rahang mengalami retak. Kedua anak tersebut harus menjalani perawatan intensif di ruang ICU Gunung Sitoli. Dokter sebanarnya menyarankan agar anak tersebut khususnya NZ yang mengalami luka sangat parah dibawa ke Rumah Sakit di Medan.

B. Catatan khusus 2010
1. Kontroversi Kekerasan Anak di Sekolah
Kekerasan disekolah memang telah lama berlangsung disekolah-sekolah, namun di Nias mulai banyak dilaporkan orang tua peserta didik kepihak polisi pada akhir-akhir ini. Penanganan kasus kekerasan disekolah keranah hukum telah menimbulkan kontroversi dimasyarakat. Bahkan anak korban kekerasan yang mencari keadilan melalui jalur hukum harus menghadapi “kediktatoran” institusi sekolah yang dengan mudahnya mengeluarkan surat pemecatan anak dari sekolah tersebut. Instansi Dinas Pendidikan lebih sering menutup mata dan membiarkan kekerasan dan kediktatoran tumbuh subur disekolah-sekolah. Hak dasar anak atas pendidikan yang layak dan berkualitas hanyalah “mimpi” belaka.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan juga peraturan perundang-undangan lainya tidak ada sama sekali memberikan kewenangan kepada guru untuk melakukan tindakan fisik dalam bentuk kekerasan apapun. PP No.74 tahun 2008 terutama pasal 39 yang berbunyi:
(1) Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada dibawah kewenangannya.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

Apapun tindakan yang akan dilakukan oleh guru harus mengacu ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Guru tidak dapat menafikkan Undang-undang Perlindungan Anak, pasal 54 yang berbunyi: “Anak didalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”.

Fathuddin Muchtar (PENELITI dan PENGAMAT PENDIDIKAN NASIONAL) Menyatakan: “Melihat realitas yang ada, maka mulai saat ini tindakan-tindakan kekerasan yang dibungkus dengan jargon “mendidik anak” harus dihentikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kekerasan yang menimpa anak, apapun bentuknya sesungguhnya sangat merugikan anak, karena akan mempengaruhi pertumbuhan fisik, psikis dan dunia anak". Ungkapan senada juga disampaikan oleh Kak Seto Mulyadi (Ketua KOMNAS Perlindungan Anak) “Dengan alasan apapun seorang pendidik tidak dibolehkan memberikan hukuman dengan kekerasan kepada siswa. Hukuman, tidak harus diberikan dengan cara-cara yang mengandung kekerasan, tapi bisa dengan cara yang mendidik. “Seperti tidak memuji hasil kerjanya.” Kak Seto mengungkapkan, jika diberikan kesempatan untuk menghukum dengan kekerasan, maka kekerasan itu nantinya akan terus bertambah besar. “Jika siswa melawan saat dihukum, guru bisa terpancing emosinya dan terdorong untuk menghukum lebih keras,”
Pada intinya guru-guru di Indonesia harus mengubah metode dan paradigma tentang kekerasan sebagai salah satu cara mendidik. Masih banyak metode lain yang lebih damai untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan pada generasi bangsa, karena kekerasan hanya akan menyisakan dendam dan kekerasan baru. Agenda Nasional untuk menciptakan “Sekolah Ramah Anak” bukan hanya sekedar Jargon, akan tetapi sebuah model pendekatan pendidikan yang lebih baik untuk membangun karakter bangsa yang cinta damai. Pendekatan tersebut lebih memungkin untuk memberikan hak tumbuh-kembang anak secara optimal.

2. Anak Yang Berhadapan dengan Hukum
Situasi anak-anak lainnya yang penting untuk menjadi perhatian adalah munculnya stigma “residivis anak”. memang sangat disayangkan seorang anak yang harus berkali-kali keluar masuk penjara, seharusnya mereka bisa menikmati dunianya dibangku sekolah dan bermain dengan teman-teman sebaya. Sepanjang tahun 2010 tercatat 38 kasus anak yang harus berhadapan dengan hokum karena terlibat tindak pidana. Jumlah tersebut memang menurun dari catatan tahun 2009 yang berjumlah 46 kasus. Dari 38 kasus yang terjadi ditahun 2010, sebagian besar anak-anak terlibat dalam tindak pidana kekerasan dan pencurian.
Pertanyaannya benarkan mereka seorang residivis? Benarkan mereka penjahat? Atau apalah sebutan untuk para pelaku tindak pidana. Bagi masyarakat umum, memang sangat mudah untuk memberikan label bagi anak-anak tersebut dengan berbagai macam sebutan yang berkonotasi negative, misalnya anak nakal, bandal, tidak bisa diurus, dan masih banyak label-label negative lainnya.
Faktanya memang mereka melakukan tindak pidana, tapi bukankan anak-anak tersebut menjadi residivis karena kegagalan keluarga, kegagalan masyarakat dan kegagalan pemerintah menjalankan kewajibannya untuk memberikan yang terbaik bagi anak? barangkali semua komponen ini tidak bersedia untuk mengatakan kegagalan tersebut. Karena anak-anak ini harus bertahan hidup dengan caranya sendiri. Misalnya saja nasib seorang anak berinisal AL sudah menjadi “Langganan” di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sitoli. Meski usianya masih 13 tahun namun sudah 3 kali keluar masuk Lapas. Al sendiri tidak mengerti mengapa ia harus berkali-kali keluar masuk Lapas karena sejak kecil ia tidak pernah sekolah, tidak pernah tahu apakah yang dilakukannya menyalahi hukum atau tidak.
Masih banyak kisah-kisah anak seperti yang dialami AL, akibat ketidak pedulian keluarga, lingkungan sosial dan terlebih pemerintah sebagai pemegang mandat Undang-undang.

C. PENCAPAIAN KEGIATAN PKPA NIAS 2010
Tahun 2010 merupakan tahun ke-6 keberadaan PKPA di Pulau Nias, dimulai pasca tsunami dan gempa bumi tahun 2005. Selama keberadaan PKPA di Pulau Nias focus kegiatan hanya ditujukan untuk Perlindungan Anak. Ditahun 2010 kegiatan PKPA tujuan program PKPA adalah:
1) Pencegahan dan advokasi kebijakan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak khususnya di sektor penambang pasir dan nelayan perikanan.
2) Bantuan Hukum dan Rehabilitasi sosial bagi anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan korban tindak kekerasan.
3) Membangun kesadaran masyarakat tentang Hak Anak dan penguatan organisasi anak

Pencapaian kegiatan selama tahun 2010 secara umum adalah:
1) Adanya kebijakan Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan terburuk untuk Anak di Kabupaten Nias Selatan, dalam bentuk:
a) Bupati Nias Selatan Mengesahkan pembentukan Komite Aksi Kabupaten Nias Selatan untuk Penghapusan Pekerja Anak.
b) Surat edaran ditujukan kepada semua pimpinan daerah, kecamatan, kepala desa, dan pelaku usaha di Kabupaten Nias Selatan. Isi dari surat edaran tersebut adalah:
• bahwa melarang segala kegiatan yang mengikut sertakan anak-anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak
• melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak-anak baik kekerasan fisik, psikis dan seksual
2) Memfasilitasi pendidikan kecakapan hidup anak-anak drop out melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di PKBM Sepakat, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi dan SKB-Nias di kecamatan Gido. Penerima manfaat anak-anak perempuan usia 15-18 tahun sebanyak 30 orang.
3) Layanan Anak-anak Korban Kekerasan dan Anak Yang Berkonflik dengan Hukum. Penerima manfaat adalah Anak-anak dari keluarga miskin yang tidak memiliki kemampuan secara financial maupun sumberdaya dalam memperjuangkan keadilan dihadapan hukum. Kasus-kasus yang telah terdampingi oleh Unit Advokasi PKPA Nias ditahun 2010 sebanyak 47 kasus dengan perincian:
- Anak yang berkonflik dengan hukum : 27 Kasus
- Layanan dan pendampingan anak sebagai korban: 20 kasus
4) Memfasilitasi tersedianya Ruang Belajar dan Taman Bacaan bagi anak di Lembaga Pemasyarakatan (penjara anak) Gunung Sitoli. Penerima manfaat adalah Anak-anak yang menjalani tahanan maupun hukuman pidana di lembaga pemasyarakatan gunungsitoli.
5) Memfasilitasi kegiatan “Bale ono Niha” (Forum Anak Nias) perencana sosialisasi hak anak kepada komunitas anak di 8 desa dan meningkatkan partisipasi anak. Lebih dari 200 anak-anak telah bergabung dalam berbagai kegiatan organisasi anak, tersebar di Kota Gunung Sitoli dan Kabupaten Nias.
6) Sosialisasi konsep restorative justice dan perlindungan sosial anak di komunitas masyarakat sekitar Lembaga Pemasyarakatan. Peserta 30 orang dari unsure, Kepolisian, Pemerintah Kecamatan, Desa dan LSM
7) Pendidikan HAM Anak bagi Jurnalis dan Organisasi Masyarakat Sipil, Peserta 30 orang dari berbagai Media di Nias dan Organisasi Masyarakat Sipil.
8) Memfasilitasi Koalisi Perlinduangan Anak, Lembaga yang aktif mengikuti pertemuan reguler koalisi ini adalah, YEU/PRY, FORNIHA, Datafahea, BPWN, LSM Nias demo, Hagaini, PKPA dan P2TP2A Nias.
9) Program Khusus Scholarship, kegiatan yang dilakukan adalah Pemberian beasiswa melalui program orang tua asuh jarak jauh dan Menjalin hubungan anak-anak Nias dengan orang tua asuh di Italy. 25 anak dari kelurga miskin di komunitas pemukiman remiling dan Lasara, Gunungsitoli

E. PENUTUP
Pada dasarnya catatan situasi anak-anak Nias yang dimiliki oleh PKPA tidak hanya sebatas anak korban kekerasan dan anak yang behadapan dengan hukum. Masih ada sejumlah permasalahan anak yang menurut Undang-undang Perlindungan Anak dikategorikan sebagai situasi anak yang membutuhkan perlindungan khusus, yaitu:
- Pekerja Anak, terutama bentuk pekerjaan yang membahayakan fisik, mental dan social anak seperti anak-anak penambang pasir dan batu cadas, anak-anak pekerja warung dan café hingga malam hari, anak jalanan/pemulung dan anak-anak yang terjebak dalam bisnis prostitusi.
- Perilaku Seksual Remaja, dikalangan pelajar terutama jenjang pendidikan SLTP dan SLTA dan peredaran video porno yang dilakukan antar remaja di Nias semakin marak.
- Anak-anak berkebutuhan Khusus atau anak-anak penyandang cacat yang jumlahnya di Pulau Nias mencapai 284 anak menurut data PRY. Namun anak-anak tersebut belum mendapatkan kebutuhan yang maksimal.
Menyikapi kompleksnya berbagai persoalan anak di kepulauan Nias, sudah seharusnya pemerintah dan stakeholders lain yang peduli akan nasib-nasib mereka melakukan langkah konkrit baik kebijakan maupun anggaran untuk meningkatkan perlindungan, pendidikan, kesehatan dan kesadaran masyarakat terhadap hak anak. Hak dasar anak untuk mendapat pendidikan, kesehatan, lingkungan yang ramah dan tumbuh-kembang secara optimal, berpatisipasi dalam pembangunan, bebas dari segala bentuk kekerasan, hak-hak itu bukanlah hadiah namun sesuatu yang melekat pada anak sejak masih dalam kandungan hingga mereka tumbuh menjadi manusia dewasa.

PKPA Nias, 31 Desember 2010
Misran Lubis
Direktur Eksternal PKPA