Stop Buruh Anak

Stop Buruh Anak

Senin, Mei 02, 2011

PKPA Menjaga Anak Indonesia

SUCCES STORY
PERJALANAN PKPA MENJAGA ANAK INDONESIA

1. Lembaga yang konsisten terhadap issu anak, berdiri tahun 1996 di era rezim

presiden Soeharto yang terkenal diktator dan anti kebebasan masyarakat sipil. Pernah menghadapi masa sulit diera reformasi tahun 1998 dimana gerakan organisasi non-pemerintah mendapat tekanan militer, PKPA mampu bertahan dengan tetap memegang mandat perlindungan anak. Pasca kejatuhan rezim soeharto sejumlah organisasi non-pemerintah untuk perlindungan anak di Sumatera Utara mengalami krisis kepercayaan dan konsolidasi, sehingga banyak yang bubar namun PKPA menjadi salah satu diantara sedikit NGOs anak yang masih eksis untuk memperjuangkan hak-hak anak .

2. Advokasi Kebijakan Daerah Sumatera Utara, Lahirnya Peraturan Daerah Sumatera Utara tentang Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak tahun 2004, dimulai dengan Penelitian PKPA didukung oleh PPK-UGM tahun 2001 berjudul “ Menggagas Konsep Perlindungan Anak Korban Trafficking di Sumatera Utara” hasil penelitian ini berkembang menjadi gerakan Masyarakat sipil di Sumatera Utara untuk mendesak pemerintah membuat regulasi daerah. Selama dua tahun proses advokasi dimotori oleh PKPA didukung sekitar delapan organisasi non-pemerintah di Medan akhirnya pemerintah dilevel eksekutif dan legislatif menerima gagasan konsep regulasi sebagai usulan masyarakat. Perda trafficking Sumatera Utara disahkan menjadi Perda kedua yang lahir di Indonesia setelah Perda trafficking pertama disahkan oleh Pemerintah Sulawesi Utara di Manado tahun 2003. Lahirnya sejumlah Perda trafficking di daerah telah mendorong lahirnya kebijakan ditingkat Nasional salah satunya adalah Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

3. PKPA Membangun Komitmen Global Penghapusan Trafficking Anak untuk Tujuan Seksual di Kawasan Asia Tenggara. Tahun 2004 PKPA memprakarsai dan sukses menyelenggarakan Konferensi Asia Tenggara di Medan-Sumatera Utara yang melahirkan “Deklarasi Medan” Konfrensi ini diikuti oleh perwakilan pemerintah dan NGOs dari negara-negara anggota ASEAN plus perwakilan dari Australia, Amerika, Nepal, Taiwan, India, Eropa, Badan PBB dan Lembaga Internasional .

4. Membangun wadah kreatifitas anak jalanan kota Medan, dimulai dari pinggir jalan hingga pondok sederhana pasar tradisional kampung Lalang-Medan. Semangat anak-anak jalanan dan kerja keras para pendamping anak untuk memiliki tempat yang lebih layak sebagai wadah untuk belajar, mengembangkan bakat dan kreatifitasnya akhirnya terwujud. Pendampingan terhadap anak jalanan menjadi fokus kerja PKPA sejak tahun 1998 di kawasan terminal bus dan pasar tradisional Pinang Baris-Medan. Awalnya kegiatan belajar dan diskusi dengan anak-anak dilakukan dipinggir jalan, kemudian pondok-pondok pasar tradisional. Tahun 2003 PKPA mendapat dukungan dari salah satu NGO di Jerman untuk membangun sebuah rumah kretaif anak jalanan. Saat ini anak-anak jalanan di kawasan Pinang Baris dan kota Medan secara keseluruhan dapat menikmati kegiatan belajar, bermain musik dan beragam aktifitas lainnya disebuah rumah permanen yang lebih nyaman dan menyenangkan bagi anak-anak. sejak berdirinya bangunan rumah anak jalanan yang disebut “Sanggar Kreatifitas Anak” PKPA telah berhasil melayani sedikitnya 50 anak per tahun.

5. Menyelamatkan anak-anak dari lokasi sindikat trafficking untuk tujuan prostitusi. PKPA bekerjasama dengan Kepolisian Indonesia, Kedutaan Republik Indonesia di Malaysia dan IOM menyelamatkan anak-anak korban trafficking dari Malaysia, Tanjung Balai Karimun, Batam, Dumai dan Tempat-tempat prostitusi di Sumatera Utara. Kerja-kerja penyelamatan anak-anak korban trafficking dimulai tahun 2000 saat PKPA mendampingi 4 anak perempuan asal Medan berusia 13-16 tahun yang menjadi korban trafficking ke Tanjung Balai Karimun-Riau, sejak tahun 2000 hingga tahun 2008 tercatat lebih dari 500 anak perempuan usia 7 – 18 tahun menjadi korban yang telah didampingi oleh PKPA melalui kantor PKPA Medan, PKPA Nias dan PKPA Aceh. PKPA juga berhasil dalam mendesak aparat penegak hukum untuk menghukum pelaku dengan hukuman maksimal. Salah seorang pelaku trafficking bernama divonis oleh pengadilan negeri Tebing Tinggi dengan hukuman 15 tahun penjara pada tahun 2004.

6. Pembebasan bentuk pekerja terburuk anak di Jermal, pekerja anak disektor penangkapan ikan lepas pantai. Pada tahun 1993 tercatat sekitar 1600 anak laki-laki berusia antara 8 – 15 tahun direkrut oleh para pengusaha perikanan untuk bekerja di Jermal yang berada di perairan laut lepas sekitar Selat Mala-Sumatera. Kerja keras NGOs dan Media di Sumatera Utara termasuk PKPA melalui berbagai cara mulai dari kerja investigasi, penelitian, proses hukum dan advokasi kebijakan, akhirnya anak-anak tersebut berhasil dibebaskan dan pemerintah tidak lagi memberikan izin baru kepada pengusaha untuk mendirikan Jermal di perairan Sumatera Utara karena terbukti melakukan pelanggaran hak asasi anak. Hasil monitoring terakhir PKPA tahun 2008 hanya menemukan 3 – 4 anak yang masih bekerja di Jermal dengan intensitas kerja rendah.

7. Misi Kemanusiaan di Aceh, Nias dan Jawa Tengah. Keberhasilan utama PKPA dalam misi kemanusiaan tersebut adalah mencegah dan menemukan anak-anak korban tsunami dan gempa bumi yang terpisah dari keluarga dan sebagian anak-anak nyaris menjadi korban trafficking. Tercatat 68 anak dari Nias berhasil di Selamatkan selama tahun 2005-2006 yang akan menjadi korban trafficking ke Jakarta, Bogor dan Medan. sampai saat ini PKPA tetap konsisten menjalan misi kemanusiaan untuk perlindungan dan recovery anak-anak di Aceh dan Nias dari bergai tidak kekerasan dan eksploitasi.

Ditulis oleh:
Misran Lubis
External Director of PKPA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Pesan/Do not forget to leave your message: